Hati-hati !!! Tanam Jagung Pola tanam sistem Rotasi

Hati-hati !!!

Tanam Jagung

Pola tanam sistem Rotasi




Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan pokok kedua setelah padi. Meskipun bukan menjadi bahan pangan utama, namun dengan semakin meningkatnya industri peternakan yang mendorong peningkatan industri pakan ternak di Indoensia telah mendorong permintaan akan jagung semakin meningkat. Hal ini pula yang mendorong petani banyak mem-budidayakannya baik di lahan tegalan maupun lahan persawahan.

Hasil jagung akan mengalami penurunan apabila lahan ditanami jagung terus menerus tanpa dilakukan rotasi tanaman

Diperkirakan bahkwa sekitar 79 % pertanaman jagung di Indonesia diusahakan di lahan tegalan, selebihnya di lahan sawah dan lahan lainnya. Khusus untuk lahan tegalan dibeberapa tempat masih ada yang menggunakan lahan terus menerus selama setahun yaitu bulan april/mei, oktober/nopember dan juli/agustus untuk tanaman jagung . Tanpa disadari, pola tanam jagung secara terus menerus yang digunakan dalam satu lahan tersebut dapat menimbulkan permasalahan ke depannya. Misalnya, munculnya penyakit pada tanamna jagung, berkurangnya unsur hara dalam tanah serta menurunnya tingkat produktivitas yang ditunjukkan dengan hasil jagung yang semakin menurun.

Berdasarkan pengalaman dan hasil penelitian yang pernah dilakukan, mengungkapkan bahwa hasil jagung akan mengalami penurunan apabila lahan ditanami jagung terus menerus tanpa dilakukan pengiritirahatan atau juga dilakukan rotasi tanaman. Penurunan hasil ini ditenggarai akan tetap terjadi walaupun dilakukan pemupukan melebihi dosis, pengendalian hama dan penyakit serta pemberian air yang mencukupi dalam keadaan normal sekali pun.

Mengapa semua bisa terjadi? Penurunan hasil tersebut ternyata ada hubungannya dengan substansi yang aktif bertindak dalam allelopati (yang bersifat merusak/membunuh tanaman lain) yang diistilahkan dengan fitotoksi dari pelapukan sisa tanaman. Bertindaknya allelopati tersebut setelah tanaman atau bagian tanaman mengalami pelapukan, pembusukan, pencucian ataupun setelah dikeluarkan berupa eksudat maupun penguapan. Tanaman yang suseptibel bila terkena substansi tersebut akan mengalami gangguan berupa penghambatan pertumbuhan dan penurunan hasil. Fenomena ini menunjukkan bahwa lahan bekas tanaman jagung yang melalui proses biologis maupun kimia yang menghasilkan allelopati tersebut akan membahayakan bagi tanaman sejenis yang akan ditanam.

Terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan jagung yang ditanam pada lahan bekas yang ditanami jagung berturut-turut selama tiga kali atau lebih ternyata disebabkan pula oleh adanya cairan kimia seperti p-coumaric yang dihasilkan /dikeluarkan oleh sisa tanaman jagung sebelumnnya. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, adanya p-coumaric tersebut dapat menyebabkan berkurangnya perkecambahan biji sekaligus emnghambat pertumbuhan kecambah jagung. Akibatnya bibit jagung akan mati , daun menguning serta perakaran akan membusuk. Adapun kandungan p-coumaric terbesar berada pada bagian akarnya yaitu : 4127,8 ppm, sedangkan pada batang 828.96 ppm serta malai 358.22 pp. Semakin tinggi kandungan p-coumaricnya, semakin besar pula resiko tanaman jagung tersebut terhambat pertumbuhannya. Kandungan p-coumaric ternyata dapat ditinggalkan pada lahan oleh tanaman jagung, dimana pada lahan bekas tanaman jagung yang ditanam dua kali mengandung 380.30 ppm p-coumaric, apabila lahan tersebut ditanam tiga kali maka kandungannya menjadi 520.70 ppm. Bisa dibayangkan berapa banyak p-coumaric yang berada dalam tanah apabila lahan tersebut dilakukan penanaman jagung secara terus menerus tanpa rotasi ataupun diistirahatkan. Pengaruh sisa tanaman jagung tentu saja lebih menonjol pada bagian akar tanamannya karena hal ini erat kaitannya dengan adanya kontak langsung antara sisa tanaman dengan tanaman berikutnya.

Dalam hubungannya dengan penyerapan unsur hara, serapan N dan K mengalami penurunan. Penambahan pupuk pun tidak akan banyak membantu mengatasi penurunan hasil tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh allelopati dalam penghambatan penyerapan unsur hara terjadi dengan penurunan lajunya sedangkan serapan P meningkat 45 %. Menurut para ahli, ternyata p-coumaric ini masih dapat ditemukan pada lahan yang ditanami tiga kali beturut-turut atau lebih hingga 60 hari setelah tanaman jagung dipanen. Pengaruh sisa tanaman jagung berikutnya sampai 22 minggu setelah perombakan dan kemudian pengaruhnya akan berkurang dengan cepat. Oleh karena itu dalam membudidayakan jagung diuapayakan agar tanaman jagung tidak ditanam tiga kali berturut-turut agar kandungan p-coumaric yang membahayakan dalam tanah berkurang. Selain itu agar terjaga keseimbangan unsur hara antara yang diambil dengan yang ada.

(Bennu Hase, SP. , Techincal Agronomist Makassar)

Source : Abdi Tani

1 comment:

Anonymous said...

Kira kira tanaman apa yang cocok sebagai pengganti jagung setelah 3 kali penanaman selain padi