Jagung Hibrida , Komoditas Andalan Sulawesi Selatan

Selain Bisa Bertongkol Dua, Jagung BISI-2 juga Mempunyai Rendemen Paling Tinggi


Komoditas jagung saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang strategis. Meskipun masyakarat Indonesia pada umumnya mengkonsumsi jagung bukan sebagai makanan pokok, namun permintaan terhadap komoditas ini menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan permintaan tersebut tidak terlepas dari semakin meningkatnya permintaan jagung untuk kebutuhan bahan pangan, sebagai bahan baku industri maupun pakan ternak. Hal ini menunjukkan adanya implikasi bahwa komoditas jagung kini memiliki peranan yang sangat penting.

Berbagai usaha dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan jagung nasional baik itu secara intensifikasi maupun ekstensifikasi misalnya dengan program GEMA PALAGUNG yang lalu atau program-program lainnya. Namun masih saja kebutuhan jagung secara nasional belum bisa terpenuhi. Hal ini dapat dilihat dari masih besarnya impor jagung yang dilakukan negara Indonesia.

Sulawesi Selatan sebagai salah satu wilayah potensial jagung selain pulau Jawa dan Sumatera, kini telah menjadi salah satu target pengembangan jagung di Indonesia Bagian Timur. Dari total potensi pengembangan sebesar 400.000 Ha yang tersebar di sembilan kabupaten, menunjukkan rata-rata produksitifitas hanya sebesar 1.8 ton/Ha. Padahal program pemerintah menetapkan produksi nasional rata-rata adalah 5 ton/Ha. Itu berarti angka yang dicapai Propinsi Sulawesi Selatan sebagai daerah pengembangan jagung masih mempunyai produktifitas yang masih rendah dan perlu ditingkatkan.

Dari indikasi yang ada dapatlah dikatakan bahwa tingkat produksi dan perkembangan jagung di Sulsel relatif masih lambat. Perkembangan produksi yang lambat ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : (1) kurangnya sarana penunjang berupa modal bagi petani (2) Belum merata dan meluasnya penggunaan benih jagung unggul /bermutu di kalangan petani, (3) Masih rendahnya pengetahuan di tingkat petani baik berupa aspek budidaya maupun pascapanennya, dan terakhir (4) Belum adanya pabrik pakan ternak standart seperti PT. Charoen Pokphand Indonesia di wilayah Sulsel yang menyebabkan selisih harga yang tidak signifikan antara kota Makassar dengan Jakarta maupun Surabaya.

Walaupun angka rata-rata produktifitas menunjukkan tingkat produksi jagung yang masih rendah, namun bukan berarti secara umum di seluruh wilayah Sulsel juga rendah. Hal itu tidak berlaku bagi tiga dari sembilan kabupaten penghasil jagung utama yaitu Gowa, Jeneponto dan Bantaeng dimana pada tiga kabupaten tersebut ternyata tanaman jagung petani dapat mencapai produktifitas sekitar 6-10 ton/Ha. Tingginya angka rata-rata produktifitas di tiga kabupaten tersebut tidak terlepas dari peran penggunaan benih jagung hibrida BISI-2 yang mampu berproduksi tinggi. Dengan tehnik budidaya yang tepat sesuai anjuran, jagung BISI-2 mampu berproduksi secara maksimal.

Bila kita kalkulasikan dengan menggunakan harga terendah yaitu Rp. 700 - 800/kg saja, maka bila rata-rata produksi bisa mencapai 7 – 8 ton berarti petani sudah bisa meraih keuntungan sebesar + Rp. 2.000.000,- dalam jangka waktu tiga bulan. Padahal jagung BISI – 2 sebenarnya bisa mencapai 12 ton/ha. Keuntungan tersebut akan bertambah bila budidaya dilakukan lebih dari 1 hektar. Dengan tingkat kepemilikan lahan lebih dari 1 ha bahkan ada yang mencapai puluhan hektar, tidaklah mengherankan bila banyak petani Sulsel yang menunaikan ibadah haji setiap tahunnya berkat kesuksesan menggunakan benih jagung BISI-2. Hal ini merupakan suatu langkah maju bagi pengembangan jagung di Sulawesi Selatan.

Tabel 1. Data Luas Tanam dan produksi (Ton/ha) pada Sembilan Kabupaten Utama di Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2000

Kabupaten

Tanam (ha)

Rusak (ha)

Produksi (ton)

Rata-rata Hasil (ton)

Gowa
Takalar
Jeneponto
Bantaeng
Bulukumba
Sinjai
Bone
Soppeng
Wajo

25.000
2.780
32.605
40.586
36.609
13.156
101.943
11.104
5.317

14
-
2.246
7
900
42
144
1.123
774

55.443
7.317
41.278
87.001
61.989
30.052
192.807
16.309
16.026

2.21
2.63
1.26
2.14
1.72
2.28
1.89
1.46
3.04

Total

268.920

5.450

496.212

1.84


Tabel 2. Pelabuhan Laut dan Kapasitas Muat Kapal di Sulsel dan Harga Eceran Jagung Pipilan Januari - Mei 2001

Kota

Nama Pelabuhan

Reguler

Kapasitas Kapal (ton)

Ekspedisi

Makassar
Gorontalo
Palu

Sukarno-Hatta
Gorontalo
Pantoloan

tiap 3 hari
tiap 7 hari
tiap 7 hari

5.000-10.000
5.000-10.000
5.000-10.000

PT.MIF/CARAKA
PT.CARAKA/TANTO
PT.MIF

Harga Jagung Pipilan Bulan Januari-Mei 2001 di Kota Makassar

BULAN

HARGA/Kg

KADAR AIR

Januari
Pebruari
Maret
April
Mei

Rp. 800,-
Rp. 850,- sampai Rp. 900,-
Rp. 900,- sampai Rp. 1.000,-
Rp. 1.000,- sampai Rp. 1.200,-
Rp. 1.250,-

± 18%
± 18%
± 18%
± 18%
± 18%


Tabel 3. Perusahan Pemilik Dryer (Alat Pengering Jagung) yang Tersebar di Wilayah Sulawesi Selatan

No.

Nama Perusahaan
(Pimpinan)

Jumlah Alat dan Kapasitasnya

Letak Lokasi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

PT. Dharma Agrifood (Bp. Jonathan)
PT. Sungai Budi (Bp. Tansil)
PT. Uma Pelita Abadi (Bp. Alex Warauw)
PUSKUD HASANUDDIN
UD.
Ohio
PT. SAUT (Bp. Panca)
PT. Tunas Jaya (Bp. Kiu Hok)
PT. Teluk Intan (Bp. Suhadi)
PT. Sungai Budi

2 buah (100 ton/hari)
1 buah (100 ton/hari)
1 buah (100 ton/hari)
1 buah (20 ton/hari)
1 buah (50 ton/hari)
1 buah (50 ton/hari)
1 buah (50 ton/hari)
1 buah (50 ton/hari)
1 buah (50 ton/hari)

Makassar
Makassar
Makassar
Makassar
Makassar
Makassar
Makassar
Makassar
Gorontalo

Analisa dan Proyeksi ke Depan

Mengacu pada data luas tanam dan produksi jagung kuning di sembilan kabupetan sebagai barometer potensial jagung Sulsel tahun 1999 – 2000, dapat dikatakan bahwa bahwa untuk mengatasi besarnya impor jagung yang mencapai 1 –1.2 juta Ton tersebut bukanlah suatu hal yang mustahil. Tentu saja hal ini harus mempertimbangkan dukungan sarana, prasarana maupun infrastruktur yang memadai serta didukung pula dengan pengelolaan budidaya yang baik dan tepat. Bila kita mengambil standar produksi rata-rata nasional yaitu sebesar 5 ton/Ha, maka dengan luas tanam potensial sebesar 268.920 Ha akan diperoleh hasil produksi sebesar 1.344.600 Ton, yang berarti dapat mengatasi/ mampu memenuhi kebutuhan impor jagung tahun ini.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa peluang peningkatan produksi jagung di Sulsel masih cukup besar dan berpotensi. Potensi area yang besar ini merupakan modal utama untuk mendorong peningkatan produksi. Untuk lebih mengoptimalkan peluang tersebut perlu dilakukan pola tanam berdasarkan jadwal tanam yang menunjukkan bahwa musim Oktober-Januari areal yang ditanami jagung sebesar 70% , sedangkan periode musim kemarau I Maret – Mei sekitar 20% dan MK II sekitar Juni – September sekitar 10% dari total luasan tanam dalam setahun.

Namun, perlu disadari pula bahwa serapan hasil produksi jagung lokal ternyata masih kecil bagi kebutuhan industri lainnya. Hal ini disebabkan masih rendahnya kualitas atau mutu dari standart yang diinginkan atau ditetapkan industri pakan ternak. Bila kita menggunakan benih jagung yang berasal dari benih unggul yang juga diikuti teknik budidaya yang tepat, maka bukan tidak mungkin serapan produksi lokal jagung kita akan semakin besar.

Hal lain yang mendukung usaha peningkatan produksi jagung yaitu bahwa perusahaan-perusahaan benih dari tahun ke tahun selalu menyiapkan dan memperbaiki mutu benih (hibrida) dan berusaha untuk mempermudah pasokannya ke setiap toko-toko/agen setempat. Salah satunya adalah PT. Tanindo Subur Prima dengan produknya benih jagung hibrida BISI – 2 cap Kapal Terbang. Penggunaan benih jagung hibrida yang unggul serta bermutu di beberapa wilayah menunjukkan adanya kesadaran di tingkat petani bahwa penggunaan benih hibrida merupakan syarat utama dalam upaya meningkatkan produksi.

Dalam rangka meningkatkan kesadaran guna peningkatan produksi serta kualitas jagung di tingkat petani, kegiatan penyuluhan-penyuluhan dan perbaikan sarana maupun prasarana yang menunjang perlu terus digalakkan. Termasuk salah satunya adalah dengan menanamkan prinsip bahwa kecenderungan industri pakan ternak lebih tertarik dengan bahan baku jagung yang berasal dari produksi lokal karena lebih segar agar dapat memotivasi mereka dalam meningkatkan produksinya.

Dengan makin meluasnya areal penanaman jagung hibrida yang diikuti peningkatan produksi menjadi 6 – 10 ton/Ha, dapat diprediksikan bahwa sampai akhir tahun 2004 nanti penggunaan benih jagung hibrida di Sulawesi Selatan dapat mencapai luasan 100.000 Ha, artinya disini kita menggunakan pasar efektif sebesar 25% dari total potensi luas areal penanaman. Bila hal itu tercapai maka sasaran dan tujuan kita dalam rangka meningkatkan produski jagung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dapat terwujud.

Permasalahan dan Arus Kebijakan Operasional

Walaupun peluang peningkatan produksi jagung di propinsi Sulawesi Selatan cukup besar, namun tantangan dan permasalahan yang perlu dipikirkan solusinya diantaranya :

1. Lemahnya Sarana Permodalan yang dimiliki petani serta didukung dengan kurangnya jiwa bisnis pada diri petani

2. Kurangnya pengetahuan di tingkat petani akan teknologi budidaya serta pascapanennya yang diimpliksikan dengan masih banyaknya penggunaan benih lokal maupun turunan yang masih besar.

3. Pemasaran hasil merupakan permasalahan utama yang menyebabkan petani ragu-ragu dalam melaksanakan program intensifikasi secara padat modal. Pemasaran yang tidak jelas seperti rendahnya harga yang diterima petani akibat panen raya maupun ketidaksesuaian jagung yang diproduksi dengan standar industri pakan ternak merupakan permasalahan yang sangat serius. Biasanya ketidaksesuaian standar tersebut disebabkan panen raya jatuh pada bulan dengan curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan tingginya kadar air jagung.

4. Sampai saat ini belum terjalin sistem kemitraan yang berkelanjutan antara pelaku bisnis dengan petani seperti petani dengan mitra media, serta antara mitra media dengan industri pakan ternak maupun antara petani dengan industri benih. Kurang adanya kejelasan (transparansi) dari mekanisme kemitraan yang dijalankan yang terkadang merugikan pihak petani menyebabkan banyak petani yang trauma sehingga pola kemitraan itu sendiri menjadi sulit berkembang.

5. Tidak tersedianya alat pengering (dryer) dilokasi sentra produksi. Umumnya kolektor besar yang mempunyai dryer berkedudukan di ibukota propinsi sehingga memperpanjang rantai pemasaran.

Untuk menjawab beberapa tantangan tersebut di atas perlu ditumbuhkan iklim kerja sama yang transparan dan saling menguntungkan antara petani, produsen benih, pedagang pengumpul, dan pengusaha pakan ternak. Agar iklim kerja sama ini dapat berkelanjutan maka perlu adanya pengembangan sistem pola kemitraan agribisnis dan saling menguntungkan satu sama lain. Sistem kemitraan tersebut harus didukung dengan manajemen/pengelolaan yang baik oleh setiap unsur-unsur seperti subsistem saprodi (pengadaan benih maupun pupuk dan pestisida), subsistem usahatani, subsistem pascapanen (agroindustri) dan subsistem pemasaran.

Disini diperlukan adanya peranan pembina (pemerintah dan instansi terkait) seperti Diperta dan jajarannya, Perbankan, maupun Koperasi sehingga subsistem yang terkait bisa menjalankan fungsinya secara baik. Adanya proyek-proyek terobosan yang melibatkan pemerintah dan daerah akan sangat besar dampaknya, misalnya dengan pengadaan mesin dryer di daerah sulsel akan sangat membantu petani dalam hal penanganan pasca panen.

Berdasarkan uraian diatas maka pada prinsipnya upaya pengembangan jagung dalam rangka memenuhi kebutuhan jagung nasional khususnya di wilayah Sulsel masih terbuka lebar, apalagi bila ditunjang dengan penggunaan benih bermutu, pengadaan saprodi yang tepat, penanganan pascapanen sesuai standar dan kebijakan pemda yang berpihak kepada petani. Penanganan budidaya jagung melalui peningkatan pengetahuan petani serta upaya-upaya lain yang membantu mengembangkan produksi jagung di Sulsel secara langsung akan mengatasi permasalahan yang ada. Mudah-mudahan tulisan yang sederhana ini membawa manfaat kepada percepatan pengembangan jagung hibrida di Sulawesi Selatan yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani.

(Ir. Menas Tjionger’S, MS. penulis adalah pemerhati perhatian yang berdomisili di Makassar)

Source : Abdi Tani