Momentum Emas Petani Jagung

M Dindien Ridhotulloh

(Istimewa)

INILAH.COM, Jakarta - Stok jagung dunia terus merosot. Jumlah prak sepadan dengan permintaan. Sesungguhnya, kondisi ini bisa menjadi momentum emas bagi bangkitnya budidaya tanaman jagung di Tanah Air. Apalagi, harganya pun sedang bagus.

Saat ini, stok jagung dunia hanya mencukupi kebutuhan untuk 48 hari akibat tingginya permintaan dari industri bahan campuran utama ethanol, biofuel, pakan ternak hingga pangan olahan. Otomatis, harganya juga terus naik.

“"Keterbatasan produksi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan permintaan ini sebetulnya dapat dijadikan momentum emas untuk peningkatan produksi jagung nasional," ujar Siswono Yudo Husodo, Ketua Dewan Pertimbangan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Sabtu (17/5) di Jakarta.

Dalam setahun terakhir, harga jagung melonjak 69%. Gagal panen dan kenaikan harga jagung diprediksi memperburuk stok pangan global yang diawali dengan menurunnya ekspor beras dari Mesir, India, dan Vietnam.

Harga jagung di pasar internasional seperti dikutip Bloomberg, Sabtu (17/5), sudah mencapai US$ 591 per bushel. Naiknya harga jagung dunia ikut mendongkrak harga jagung lokal.

"Kondisi semacam ini sangat menguntungkan petani. Harga jual jagung pipilan kering saat ini mencapai Rp 2.000 per kilogram. Keuntungan yang sangat baik," tambah Siswono.

Saat ini, biaya produksi untuk bertanam jagung per hektare berkisar Rp 3,5 juta. Jika rata-rata produksi 8 ton per hektare, pendapatan petani atau pengusaha setelah dikurangi biaya produksi mencapai Rp 12,5 juta.

Melihat jumlah modal yang cukup besar, tampaknya, masih perlu peran swasta agar Indonesia bisa menjadi produsen jagung dunia dengan menggenjot target perluasan tanam dan produktivitasnya.

ASEAN Business Manager DuPont Andy Gumala menambahkan, kondisi yang terjadi pada komoditas jagung ini sangat mengkhawatirkan. Apalagi, hal ini sudah berlangsung tiga tahun. Idealnya, stok jagung dunia cukup untuk satu musim tanam.

Dalam kondisi seperti sekarang, mudah terjadi keguncangan harga jagung di pasar dunia. Saat ini, produksi cenderung tetap akibat terbatasnya perluasan lahan, padahal permintaan justru meningkat.

Pada 2007, produksi jagung dunia mencapai 770 juta ton, sementara konsumsi 774 juta ton. China yang sebelumnya eksportir jagung, tahun lalu mulai mengimpor 1 juta ton, Malaysia mengimpor 5 juta ton, Indonesia 1 juta ton, Taiwan 1 juta ton.

Kebutuhan importasi jagung untuk negara-negara di Asia tahun lalu 35 juta ton yang dipasok dari negara Brasil, Argentina, dan AS. Potensi perluasan lahan, menurut Andy, hanya bisa dilakukan di hutan Amazon dan Indonesia. Di luar wilayah itu sulit.

Jagung saat ini jadi sumber pangan manusia, pakan ternak, dan prioritas utama untuk dikonversi sebagai sumber bioenergi (green oil). Ketiganya harus dipenuhi secara bersamaan sehingga salah satu dikorbankan.

Ketika perhatian penggunaan jagung sebagai sumber bioenergi digalakkan di dunia dan Indonesia, fungsi jagung sebagai bahan pakan ternak terpaksa dikorbankan untuk dialihfungsikan ke kendaraan, pabrik, dan listrik.

Departemen pertanian AS (USDA, United States Department of Agriculture) memperkirakan, kebutuhan etanol terus meningkat sampai 2010. Target produksi biofuel pada 2010 direncanakan 35 miliar galon.

Lebih dari 30% produksi jagung AS akan disedot ke industri biofuel. Tidak heran jika harga jagung terus meningkat. AS sedang mempertimbangkan prioritas pemanfaatan jagung untuk menjadi bahan pangan atau biofuel.

Artinya, masih besar peluang Indonesia menggenjot budidaya jagung mengingat permintaan pasar yang akan terus meningkat. Karenanya, jangan terlena. Jangan sia-siakan kesempatan emas di depan mata. [I3]

Source : inilah.com